Sumber Gambar : biokristi.sabda.org |
Mengenal Tokoh Aristek episode ke 2 ini akan membahas salah satu Arsitek yang terkenal dengan bukunya Wastu Citra.. Arsitek yang pernah menjadi pemenang penghargaan arsitektur dunia "Aga Khan" ini juga dikenal sebagai rohaniawan dan budayawan. Beliau adalah Y.B. Mangunwijaya.
Biografi
Nama lahir : Yusuf Bilyarta MangunwijayaLahir : 6 Mei 1929 Ambarawa, Jawa TengahMeninggal : 10 Februari 1999 (umur 69) Jakarta, IndonesiaPemakaman : Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan[1]Kewarganegaraan : IndonesiaDenominasi : Katolik Roma
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya adalah nama lengkapnya. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah, sebagai anak sulung dari dua belas bersaudara. Ayahnya bernama Yulianus Sumadi, sedangkan ibunya Serafin Kamdaniyah. Romo Mangun mengawali pendidikannya di HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang (1936 -- 1943). Lalu berturut-turut di STM Jetis, Yogyakarta (1943 -- 1947), dan SMU-B Santo Albertus, Malang (1948 -- 1951). Selanjutnya ia menempuh pendidikan seminari pada Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta, yang dilanjutkan ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang. Pada masa-masa sekolahnya, Romo Mangun sudah ikut dalam gerakan kemerdekaan. Ia, misalnya, ikut dalam aksi pencurian mobil-mobil tentara Jepang. Ia pun bergabung dalam Batalyon X Divisi III sebagai prajurit TKR. Ia turut pula dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Selain menjadi prajurit Tentara Pelajar, ia pernah pula bertugas sebagai sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan. Pernah pula ia menjabat sebagai komandan Tentara Pelajar saat Agresi Militer Belanda I pada Kompi Kedu
Pada tahun 1951, ia masuk ke Seminar Menengah di Kotabaru. Setahun kemudian, ia pindah ke Seminari Menengah Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang. Ia melanjut ke Institut Filsafat dan Teologi Santo Paulus di Kotabaru. Di sinilah ia bertemu mentornya, Uskup Soegijapranata, SJ., sosok yang juga menjadi tokoh Nasional. Uskup Soegijapranata, SJ. merupakan uskup agung pribumi pertama di Indonesia. Tidak hanya mengajar, Soegijapranata pulalah yang menahbiskan Romo Mangun sebagai imam pada tahun 1959. Meski telah menjabat sebagai imam, cita-cita Romo Mangun sejak lama untuk menjadi insinyur tidaklah hilang. Itulah sebabnya, setelah ditahbiskan, ia justru melanjutkan pendidikannya di Teknik Arsitektur ITB, juga pada tahun 1959. Dari ITB, ia melanjutkan studinya di universitas yang sama dengan B.J. Habibie, yaitu di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman pada 1960, yang diselesaikannya pada tahun 1966. Pendidikan arsitektur inilah yang kemudian memberinya landasan yang kuat untuk menghasilkan beragam karya arsitektural yang justru menghadirkan nuansa baru dalam arsitektur Indonesia. Tidak heran pula bila ia kemudian dikenal sebagai bapak arsitektur modern Indonesia.
Sebagai arsitek, ia merancang membangun banyak gedung. Sebut saja kompleks peziarahan Sendangsono, Gedung Keuskupan Agung Semarang, Bentara Budaya Jakarta, pelbagai bangunan lain, termasuk beberapa gereja. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) pun menganugerahinya IAI Awards 1991 dan 1993 sebagai penghargaan atas beberapa karyanya. Adapun karya arsitekturalnya di Kali Code menjadi salah satu "monumen" Romo Mangun. Ia membangun kawasan pemukiman warga pinggiran itu tidak sebatas pembangunan fisik, tapi sampai pada fase memanusiakan manusia. "Penataan lebih pada segi sosio-politis dan pengelolaan kemasyarakatan," demikian tutur Romo Mangun, yang dikenal juga sebagai bapak dari masyarakat "Girli" (pinggir kali) mengenai "monumen"-nya tersebut. Penataan lingkungan di Kali Code itu pun membuahkan The Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1992. Tiga tahun kemudian, karya yang sama ini membuahkan penghargaan dari Stockholm, Swedia, The Ruth and Ralph Erskine Fellowship Award untuk kategori arsitektur demi rakyat yang tak diperhatikan.Karya Arsitektur
Nama lahir : Yusuf Bilyarta Mangunwijaya
Lahir : 6 Mei 1929 Ambarawa, Jawa Tengah
Meninggal : 10 Februari 1999 (umur 69) Jakarta, Indonesia
Pemakaman : Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan[1]
Kewarganegaraan : Indonesia
Denominasi : Katolik Roma
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya adalah nama lengkapnya. Ia dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah, sebagai anak sulung dari dua belas bersaudara. Ayahnya bernama Yulianus Sumadi, sedangkan ibunya Serafin Kamdaniyah. Romo Mangun mengawali pendidikannya di HIS Fransiscus Xaverius, Muntilan, Magelang (1936 -- 1943). Lalu berturut-turut di STM Jetis, Yogyakarta (1943 -- 1947), dan SMU-B Santo Albertus, Malang (1948 -- 1951). Selanjutnya ia menempuh pendidikan seminari pada Seminari Menengah Kotabaru, Yogyakarta, yang dilanjutkan ke Seminari Menengah Santo Petrus Kanisius di Mertoyudan, Magelang. Pada masa-masa sekolahnya, Romo Mangun sudah ikut dalam gerakan kemerdekaan. Ia, misalnya, ikut dalam aksi pencurian mobil-mobil tentara Jepang. Ia pun bergabung dalam Batalyon X Divisi III sebagai prajurit TKR. Ia turut pula dalam pertempuran di Ambarawa, Magelang, dan Mranggen. Selain menjadi prajurit Tentara Pelajar, ia pernah pula bertugas sebagai sopir pendamping Panglima Perang Sri Sultan Hamengkubuwono IX memeriksa pasukan. Pernah pula ia menjabat sebagai komandan Tentara Pelajar saat Agresi Militer Belanda I pada Kompi Kedu
Pada tahun 1951, ia masuk ke Seminar Menengah di Kotabaru. Setahun kemudian, ia pindah ke Seminari Menengah Petrus Kanisius, Mertoyudan, Magelang. Ia melanjut ke Institut Filsafat dan Teologi Santo Paulus di Kotabaru. Di sinilah ia bertemu mentornya, Uskup Soegijapranata, SJ., sosok yang juga menjadi tokoh Nasional. Uskup Soegijapranata, SJ. merupakan uskup agung pribumi pertama di Indonesia. Tidak hanya mengajar, Soegijapranata pulalah yang menahbiskan Romo Mangun sebagai imam pada tahun 1959. Meski telah menjabat sebagai imam, cita-cita Romo Mangun sejak lama untuk menjadi insinyur tidaklah hilang. Itulah sebabnya, setelah ditahbiskan, ia justru melanjutkan pendidikannya di Teknik Arsitektur ITB, juga pada tahun 1959. Dari ITB, ia melanjutkan studinya di universitas yang sama dengan B.J. Habibie, yaitu di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman pada 1960, yang diselesaikannya pada tahun 1966. Pendidikan arsitektur inilah yang kemudian memberinya landasan yang kuat untuk menghasilkan beragam karya arsitektural yang justru menghadirkan nuansa baru dalam arsitektur Indonesia. Tidak heran pula bila ia kemudian dikenal sebagai bapak arsitektur modern Indonesia.
Sebagai arsitek, ia merancang membangun banyak gedung. Sebut saja kompleks peziarahan Sendangsono, Gedung Keuskupan Agung Semarang, Bentara Budaya Jakarta, pelbagai bangunan lain, termasuk beberapa gereja. Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) pun menganugerahinya IAI Awards 1991 dan 1993 sebagai penghargaan atas beberapa karyanya. Adapun karya arsitekturalnya di Kali Code menjadi salah satu "monumen" Romo Mangun. Ia membangun kawasan pemukiman warga pinggiran itu tidak sebatas pembangunan fisik, tapi sampai pada fase memanusiakan manusia. "Penataan lebih pada segi sosio-politis dan pengelolaan kemasyarakatan," demikian tutur Romo Mangun, yang dikenal juga sebagai bapak dari masyarakat "Girli" (pinggir kali) mengenai "monumen"-nya tersebut. Penataan lingkungan di Kali Code itu pun membuahkan The Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1992. Tiga tahun kemudian, karya yang sama ini membuahkan penghargaan dari Stockholm, Swedia, The Ruth and Ralph Erskine Fellowship Award untuk kategori arsitektur demi rakyat yang tak diperhatikan.
Karya Arsitektur
- Kompleks Religi Sendangsono, Yogyakarta
- Gedung Keuskupan Agung Semarang
- Gedung Bentara Budaya, Jakarta
- Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta
- Gereja Katolik Cilincing, Jakarta
Karya Lainnya
- Markas Kowihan II
- Biara Trappist Gedono, Getasan, Semarang
- Gereja Maria Assumpta, Klaten
- Gereja Katolik Santa Perawan Maria di Fatima Sragen
- Gereja Maria Sapta Duka, Mendut
- Gereja Katolik St. Pius X, Blora
- Wisma Salam, Magelang
- Permukiman warga tepi Kali Code, Yogyakarta
Penghargaan
Penghargaan
- Penghargaan Kincir Emas untuk penulisan cerpen dari Radio Nederland
- Aga Khan Award for Architecture untuk permukiman warga pinggiran Kali Code, Yogyakarta
- Penghargaan arsitektur dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) untuk tempat peziarahan Sendangsono`
- Pernghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996
Buku
- Balada Becak, novel, 1985
- Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
- Burung-Burung Rantau, novel, 1992
- Burung-Burung Manyar, novel, 1981
- Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
- Durga Umayi, novel, 1985
- Esei-esei orang Republik, 1987
- Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
- Gereja Diaspora, 1999
- Gerundelan Orang Republik, 1995
- Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
- Impian Dari Yogyakarta, 2003
- Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
- Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
- Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
- Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
- Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
- Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
- Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
- Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
- Pemasyarakatan susastra dipandang dari sudut budaya, 1986
- Pohon-Pohon Sesawi, novel, 1999
- Politik Hati Nurani
- Puntung-Puntung Roro Mendut, 1978
- Putri duyung yang mendamba: renungan filsafat hidup manusia modern
- Ragawidya, 1986
- Romo Rahadi, novel, 1981 (terbit dengan nama samaran Y. Wastu Wijaya)
- Rara Mendut, Genduk Duku, Lusi Lindri, novel trilogi, dimuat 1982-1987 di harian Kompas, dibukukan 2008
- Rumah Bambu, kumpulan cerpen, 2000
- Sastra dan Religiositas, kumpulan esai, 1982
- Saya Ingin Membayar Utang Kepada Rakyat, 1999
- Soeharto dalam Cerpen Indonesia, 2001
- Spiritualitas Baru
- Tentara dan Kaum Bersenjata, 1999
- Tumbal: kumpulan tulisan tentang kebudayaan, perikemanusiaan dan kemasyarakatan, 1994
- Wastu Citra, buku Arsitektur, 1988
0 Komentar