KDB ditentukan untuk mencari Luas Dasar Bangunan (LDB) mdksimum (building coverage) yang diizinkan pihak Pemda. KDB merupakan angka koefisien yang dinyatakan dengan prosentase (0/o). LDB didapatkan dari perkalian antara Koefisien Dasar Bangunan dengan luas tapak keseluruhan (KDB x luas tapak = LDB).
Maksud dari ketentuan ini adalah agar di daerah tertentu masih mempunyai luas pekarangan terbuka, sehingga dapat dijadikan selain sebagai tempat resapan air hujan juga menambah keindahan lingkungan dan keamanan terhadap bahaya kebakaran. Dengan demikian, hal ini dapat turut menjaga keseimbangan ketersedlaan air di dalam tanah, apalagi ditanami dengan pepohonan sehingga juga berfungsi sebagai peneduh dan penjaga kelembapan dan suhu lingkungan.
Kawasan di luar kota sampai pegunungan ditetapkan sebagai area perkebunan, persawahan, dan hutan lindung, KDB ditetapkan sebesar 0 Persen. Daerah ini diperuntukkan sebagai daerah yang tidak berpenduduk dan dirancang sebagai daerah penangkap air hujan (catchment area) yang bertujuan untuk menjaga ketersediaan air tanah untuk suatu daerah perkotaan di dataran rendah seperti kota Jakarta. Hal ini membantu kestabilan tersedianya air tanah sehingga dapat mengimbangitekanan air laut di daerah pesisir pantai. Dengan demikian, akan berkurang penetrasi air laut ke darat dan terbatasi adanya air payau di daerah pemukiman dekat pantai.
Semakin sedikit ketersediaan air tanahtersebut disebabkan oleh penyedotan pompa air secara berlebihan dan tidak terkendali. Selain terjadi penetrasi air laut ke darat, haltersebut juga mengakibatkan penurunan permukaan air tanah jauh lebih dalam sehingga terjadi penurunan permukaan tanah yang akan menimbulkan permasalahan baru yang lebih besar. Hal ini telah terjadi sepanjang daerah Jakarta Utara. Air payau merusak pondasi beton yang pada akhirnya badan bangunan turun dan amblas ke dalam tanah.
Prosentase KDB untuk daerah pinggiran kota ditentukan mulai dari 10-40 persen Penetapan besaran prosentase tersebut dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan ketersediaan air tanah dan juga sebagai daerah penjaga suhu kota. Untuk daerah DKI Jakarta, Pemda menggalakkan adanya sumur-sumur resapan (biopori) yang memperlambat air hujan mengalir ke dalam parit dan selokan riol kota. Hal iniakan membantu kestabilan air tanah. Selain itu, juga dibangun waduk- waduk untuk mengatasi kemungkinan banjir.
Sementara KDB hingga 100 persen ditetapkan untuk daerah di pusat kota. Hal ini disebabkan harga tanah di daearah ini cukup mahaldan mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti kaveling-kaveling di sepanjang Jl. Gajah Mada, Jl. Hayam Wuruk, Pecenongan di Jakarta Pusat, dan didaerah bisnis lain. Didaerah tersebut telah menjadi tempat transaksi, baik di pusat perdagangan, pertokoan, perekonomian, dan perkantoran. Kegiatan tersebut berlangsung setiap hari, baik dalam transaksi berskala kecildan besar. Hal ini mengakibatkan daerah dan tapak di tempat tersebut sangat cocok untuk kegiatan-kegiatan komersial. Pemda pun menetapkan di daerah tersebut mempunyai KDB 100 persen.
KLB merupakan faktor perhitungan , untuk mencari luas lantai bangunan dalam bentuk angka, mulai dari 1-10 untuk mendapatkan luas total bangunan (LTB) I maksimum yang diizinkan pemerintah daerah. Perhitungan ini merupakan perkalian antara Koefisien Luas Bangunan dengan luas tapak keseluruhan (KLB x luas tanah = LTB). Cara ini dipakai untuk mencari luas bangunan yang bersifat komersial. Dengan didapatkannya luas lantai maksimum maka pihak pemilik bangunan dapat menjual atau menyewakan lantai secara optimal. Dengan demikian, pemilik bangunan akan mendapatkan keuntungan besar sesuai dengan yang diharapkannya. Hal tersebut berbeda dengan fungsi-fungsi nonkomersial, baik untuk bangunan pemerintah, bangunan sosial, budaya, dan religi. Perhitungan luas lantai bangunannya tidak menggunakan cara tersebut. Mereka hanya membutuhkan Iuas lantai seperti luas ruang dan bangunan yang dihasilkan dari program ruang. Penyebabnya ialah mereka tidak mencari keuntungan secara finansial, tetapi yang menjadi targetnya adalah keuntungan sosial dan kekayaan mental budaya. Kebanyakan jenis bangunan ini terdapat di proyek-proyek pemerintah atau lembaga sosial masyarakat (LSM), seperti panti jompo (tempat penampungan manusia lanjut usia atau manula), Palang Merah lndonesia (PMl), dan sebagainya. Namun, pada masa sekarang telah terjad i pergeseran-pergeseran pengelolaan bangunan di kalangan gedung pemerintahan, terutama terjadi pada instansi-instansi pemerintah yang tidak perlu mempunyai faktor-faktor keamanan tinggi. Untuk mencapai penghematan anggaran, perawatan bangunan didapatkan dengan cara swadaya, yang sekaligus bertujuan untuk mengoptimalkan dan efisiensi potensi dari fasilitas-fasilitas bangunannya. Sebagai contoh, gedung pertemuan disewakan untuk perkawinan serta pusat pelatihan disewakan untuk kursus dan seminar. Kebijaksanaan ini diambil dengan pertimbanganpertimbangan tanpa meninggalkan unsur kewibawaan pemerintah sebagai pengelola dan pengayom masyarakat.
Refrensi : Buku Meode Perencanaan Dan Perancangan Arsitektur ( Boedhi Laksito )
0 Komentar